Sudah pernah menonton “Black Hawk Down”
karya Ridley Scott? apabila jawabannya adalah sudah, maka tidak akan
asing melihat “Battle: Los Angeles”, karena film perang arahan sutradara
Jonathan Liebesman (The Texas Chainsaw Massacre: The Beginning) ini
bisa dibilang mengambil template film tahun 2001 tersebut.
Bedanya tentara Amerika tidak lagi dipasangkan dengan tentara milisi
Somalia yang sangar, melainkan musuh yang datangnya dari luar bumi, yup
alien. Jadi selain terasa sangat “Black Hawk Down”, lalu dipoles dengan opening
ala “Saving Private Ryan”, belum apa-apa film ini sudah asyik
menyodorkan penonton dengan serangan besar-besaran alien ke kota Los
Angeles, serta cuplikan-cuplikan televisi yang memperlihatkan bahwa
tidak hanya LA yang ketiban sial tetapi juga kota-kota lain di Amerika
dan belahan dunia lain. Sebuah hidangan pembuka yang tentunya tidak bisa
ditolak dan saya berharap “Battle: Los Angeles” memang sudah siap
dengan “amunisi” berisi adegan-adegan yang lebih gila dari opening tersebut. Tapi sayangnya harapan itu seperti dibombardir, walau tidak sampai luluh lantah.
Pada 11 Agustus 2011, bumi kedatangan
tamu sebuah objek asing dari luar angkasa yang awalnya diduga hanya
meteor biasa, objek yang “melambat” sebelum jatuh tersebut tiba di
kota-kota besar, termasuk Tokyo, Rio de Janeiro, Buenos Aires, New
Orleans, Mexico City, New York, Hong Kong, London, Paris, Barcelona,
Hamburg, Sydney dan tentu saja Los Angeles (mungkin cerita dari kota
lain bisa dijadikan sekuel). Penghuni bumi pun tidak perlu waktu lama
sampai akhirnya pertanyaan “apakah mereka sendirian?” selama ini
terjawab, ketika dari meteor-meteor tersebut bermunculan alien-alien
yang memang semenjak awal bukan datang dengan damai.

Jika setelah menonton film ini kalian
berpikir kenapa para alien ini bersusah payah untuk menyerang kota-kota
dan berhadapan dengan manusia ketimbang diam-diam mengambil yang mereka
inginkan, yaitu air, kemudian pulang ke kampung halaman mereka dengan
damai, well pikiran itu juga terlintas di kepala saya.
Sayangnya dengan tujuan alien yang sudah ditentukan dari awal sudah
begitu, “Battle: Los Angeles” terpaksa mengerahkan seluruh sumber
dayanya untuk menghibur kita dengan tumpukan special effect,
perang-perangan, dan selipan drama. Alih-alih menyuruh aliennya
diam-diam “menyedot” air yang memang melimpah di bumi dan membiarkan
manusia berpikir bahwa telah terjadi fenomena aneh akibat pemanasan
global, ketika tiba-tiba air laut surut begitu saja, film ini lebih tahu
keinginan penonton dengan memerintahkan alien untuk menyerang kota-kota
terpenting dunia. Jadi ketika manusia yang panik berpikir “hey kita
sedang diinvasi, dikolonialisasi, dan dimusnahkan”, kemudian mati-matian
mempertahankan kota mereka, pihak alien justru asyik menyedot sumber
daya air di bumi tanpa gangguan.


Saya pun kemudian melihat “Battle: Los
Angeles” seperti sebuah pelengkap apa yang tidak dihadirkan oleh
“Skyline”. Di review “Skyline”, saya ingat menyinggung bahwa nuansa
“invasi” yang dibangun kurang terasa, maka “Battle: Los Angeles”
membuatnya dengan cukup memuaskan dan tentunya meyakinkan karena
seolah-olah dibuat senyata-mungkin, apalagi dengan kemasannya yang ala
dokumenter itu. Jika “Skyline” terlihat superior di angkasa, maka
“Battle: Los Angeles” fokus pada perang dalam kota dengan alien-alien
berbentuk mekanik yang ditampilan persis seperti tentara manusia lengkap
dengan rantai komando dan berperang layaknya manusia, bedanya mereka
punya senjata lebih gahar. Sekali lagi atmosfir “Black Hawk Down” memang
sangat terasa selama kita dibawa “jalan-jalan” bersama Sersan Nantz dan
anak buahnya mengarungi reruntuhan kota Los Angeles. Walaupun cukup
membosankan ketika berurusan dengan momen yang ditujukan untuk memancing
emosi dan berbagai drama yang tampaknya gagal dalam misi untuk
menciptakan chemistry dengan penonton. “Battle: Los Angeles”
tidaklah seburuk itu, film ini masih menyenangkan dengan deretan aksi
perang-perangan melawan alien, dengan dukungan visual efek yang mumpuni,
mata kita pun akan dimanjakannya. Kita memang dipaksa untuk membuat
taktik sendiri untuk menikmati “Battle: Los Angeles”, apalagi jika bukan
lupakan ceritanya yang loyo itu.
0 komentar:
Posting Komentar